Selasa, 24 November 2020

Kunci Surga Yang Tertukar (?)

Sumber Gambar : Grid Kids-Grid.Id.

Ketika mulut mengucapkan "tiada ilaah kecuali Allah", pada saat yang sama hati harus membuktikan makna esensial, nilai inti, dari ucapan itu. Sedemikian karena hanya dari hatilah laa ilaaha illallah dinilai dan diangkat ke langit.

Sebagian saudara kita menempuh amalan mengulang-ulang dzikir laa ilaaha illallah ratusan bahkan ribuan kali per harinya. Mungkin ada berbagai syarat yang harus ditunaikan untuk menyempurnakan amaliah tersebut. Menurut mereka, amalan itu ditempuh dalam upaya lebih menguatkan keimanan dan tauhid. Wallahu a'lam, karena hanya Allah-lah yang mengetahui soal hubungan antara seseorang dengan hatinya. Annallaha yahuulu bainal mar-i wa qalbihi

Anda berangkat ke mesjid  dan shalat berjamaah. Hal itu Anda lakukan demi mengejar keutamaan shalat berjamaah yang pahalanya 27 derajat. Anda tidak shalat munfarid (sendirian) di rumah karena hanya akan menghasilkan satu pahala. Apakah amalan Anda ini menguatkan ikrar "tiada ilaah kecuali Allah", atau menguatkan "tiada ilaah kecuali pahala 27 derajat"? 

Di samping Anda, ada seorang teman yang sedang melakukan amalan dzikir dan puasa sunnat. Dia sedang mengejar target amalan 40 hari sesuai saran gurunya, sebagai ritual khusus untuk kelancaran rizki dan kemakmuran. Apakah amalan teman Anda ini menguatkan ikrar  "tiada ilaah kecuali Allah", atau menguatkan "tiada ilaah kecuali kelancaran rizki dan kemakmuran"? 

Kita tidak berhak sedikit pun untuk menghakimi benar tidaknya amalan-amalan yang ditempuh oleh saudara-saudara kita. Bahkan kita pun tidak tahu benar tidaknya amalan-amalan kita.

Akan tetapi al Quran selalu memperingatkan kita bahwa ketika amalan hati kita bukan karena Allah, maka hati kita itu sedang menghadap kepada selain-Nya. Maksudnya, agar setiap kita selalu ekstra hati-hati dalam menjaga motivasi dan orientasi setiap amaliyah kita. 

Al Quran mewanti-wanti, jika kita tidak super-waspada menjaga ilaah (kiblat hati) maka hati kita akan dikacaukan oleh berbagai kiblat. Jika demikian maka Ilaah yang satu akan bergeser kepada ilaah-ilaah yang banyak (aalihah). Ketika hati tidak lagi menghadap kepada Tuhan Yang Esa, maka hati itu akan diporak-porandakan oleh tuhan-tuhan kecil yang amat sangat banyak jumlahnya.

Betulkah kita hanya ber-ilaah kepada Allah, atau ber-ilaah kepada pahala, kekayaan materi, pujian, jabatan, kekuasaan, gaji, dan seabrek ilaah lainnya? Adakah di antara para nabi, rasul, auliyaa, syuhada, shalihin, dan muqarrabiin yang tujuan hidupnya hanya mengejar kenyamanan duniawi? Sejalankah kita dengan mereka atau bahkan berseberangan?


Kamis, 19 November 2020

Serius Meraih Kunci Surga

1. Kalimat Tauhid

Kalimat tauhid laa ilaaha illallah sangat mudah diucapkan, tapi  penegakkan amaliyahnya sangat sulit dipraktekkan. Kenapa sangat sulit dipraktekkan?  Jawabannya, itu wajar sekali,  karena nilai inti dari kalimat tauhid ini  merupakan kuncinya surga.  Apakah surga itu?  Secara umum  kita se-ring menggambarkan surga  sebagai kondisi yang dipenuhi berbagai keindahan dan kenikmatan, serta dijadikan cita-cita tertinggi oleh sebagian besar manusia.

Mengapa surga dijadikan cita-cita tertinggi oleh sebagian besar manusia, tidak oleh seluruh manusia? Adakah sebagian kecil manusia yang tidak mencita-citakan surga? Gambaran jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini akan penulis sajikan pada pembahasan khusus, insya Allah.

Kembali kepada pembicaraan tentang surga yang merupakan kenikmatan paling berharga. Logikanya, bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang paling berharga tidak mungkin dikejar hanya dengan cara murah dan asal-asalan. Bukannya mau menakut-nakuti, tapi kita harus rasional dan realistis. Dari setiap diri kita tidak akan ada seorang pun yang menginginkan kebahagiaan khayalan, kebahagiaan yang tidak realistis. Begitupun dengan cita-cita meraih surga, setiap orang menginginkan surga yang nyata, bukan surga yang  khayalan (imajinatif). 

Anda rasional dan realistis jika Anda mengejar surga yang nyata melalui usaha-usaha yang nyata pula. Logika Anda mengatakan bahwa surga merupakan akibat, konsekwensi logis, dari perjuangan nyata. Sebaliknya, Anda tidak rasional dan tidak realistis jika berpikir bahwa surga akan diperoleh siapapun tanpa adanya standar yang membedakan apakah dia serius memperjuangkannya atau tidak. 

Pada kalimat "Tiada ilaah kecuali Allah" terdapat nilai paling esensial, yaitu ilaah. Kata ilaah ini memiliki multi-makna tapi integrated. Maksudnya, ilaah merangkum makna-makna esensial yang sangat banyak tetapi antara esensi yang satu dengan lainnya saling berkaitan. Dalam prakteknya pun sama, berbagai bentuk dan jenis amaliah ilaah ini harus diintegrasikan (dipadukan) dengan kokoh dan tidak boleh dipisah-pisahkan.. 

Esensi (ruh/spirit/nilai inti) ilaah yang terpadukan (integrated) itulah yang didakwahkan oleh seluruh nabi dan Rasul. Semua nabi dan rasul membawa misi yang sama persis, yakni menyeru dan membina umatnya agar hanya ber-ilaah kepada Allah. Demi spirit ilaah itu pula para nabi, rasul, dan pengikut-pengikutnya berjuang dan berkorban habis-habisan meski harta bahkan nyawa mereka harus menjadi taruhannya. 

Kita nyaris tak bisa membayangkan bagaimana kedahsyatan penderitaan yang menimpa mereka demi menegakkan laa ilaaha illallah yang merupakan kunci surga itu. Dari gambaran perjuangan mereka itu, masihkah kita menganggap bahwa kita bisa meraih surga hanya dengan usaha-usaha (amaliah) yang asal-asalan? 

Al-Quran berulang-ulang mengingatkan, "Ataukah kalian mengira akan masuk surga, sedangkan kalian belum mengalami perjuangan yang penuh penderitaan,kemelaratan, dan guncangan seperti yang telah dialami orang-orang sebelum kalian? (Saking dahsyatnya kesulitan dan penderitaan mereka itu) sampai Rasul dan orang-orang beriman yang bersamanya berteriak : "kapan pertolongan Allah akan datang?' Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." (Q.S. Al Baqarah Ayat 214).

Allah terus-menerus menagih perjuangan dan pengorbanan kita sebagai pembuktian nyata bahwa kita benar-benar ingin meraih surga. Oleh sebab itu maka di sisa-sisa kesempatan yang masih diberikan-Nya kita berkewajiban untuk menunjukkan pembuktian-pembuktian atas keseriusan cita-cita kita tersebut.

Rabu, 18 November 2020

Tuhan Di Kebinekaan (Bagian 3)

Dalam Konteks Ke-Indonesia-an

Diperlukan Tokoh-tokoh Penengah 

Sebagian masyarakat mungkin sudah merasa sangat lelah dengan berbagai polemik dan perang mulut antar-pihak yang masing-masing membanggakan ormasnya, tokohnya, partainya, dan simbol-simbol kekubuan lainnya. Mereka saling memamerkan kekuatan, beradu pengaruh, mempertontonkan pengikut, dan meneriakkan yel-yel kepentingannya masing-masing. Semuanya mengatasnamakan rakyat. Sebaliknya rakyat (yang diatasnamakan) memandang aksi-aksi itu hanya menambah kebisingan di telinga mereka di tengah musibah pandemi dan semakin menurunnya kemampuan daya beli.

Membanggakan mazhab, kelompok, partai, ormas, dan tokoh-tokoh tertentu itu sah-sah saja selama di rumah internalnya masing-masing. Tetapi berbangga-banga di tengah lapangan heterogenitas kebangsaan adalah kesombongan yang berpotensi memecah-belah sekaligus mengorbankan kepentingan persatuan yang lebih besar. 

Boleh jadi para figur yang diikuti masing-masing kelompok itu adalah tokoh-tokoh pemimpin bangsa yang memang benar-benar ingin memajukan bangsanya. Akan tetapi kelompok-kelompok kepentingan tertentu telah memanfaatkan fanatisme berlebihan sebagian pengikut sebagai alat polarisasi. Sangat boleh jadi juga kekuatan kelompok kepentingan itu telah memanfaatkan sekaligus mengorbankan para pemimpin dan tokoh-tokoh bangsa. 

Situasi demikian tentu saja tidak bisa dibiarkan berlangsung berlarut-larut. Upaya-upaya untuk dapat mengakhiri berbagai konflik bukan hal yang terlalu sulit sepanjang niat dan semangat mempersatukan itu masih kuat. Masyarakat akan dengan senang hati mendukung sepenuhnya para tokoh yang dianggap kapabel untuk segera menjadi penengah. Para figur penengah inilah yang dirindukan dan diinginkan masyarakat, yaitu para tokoh negarawan yang dipandang memiliki kapasitas untuk merangkul semua komponen yang ada demi kepentingan persatuan dan kesatuan putera-puteri Ibu Pertiwi. 

Tuhan Di Kebinekaan (Bagian 2)


Berusaha Realistis Terhadap Realita

Eksistensi kemajemukan sangat diakui dan dibenarkan oleh kitab suci al Quran, dan di saat yang sama kitab suci ini menyuruh kita bersikap realistis terhadap realita. Al Quran juga mengisyaratkan bahwa sikap realistis yang disertai kearifan terhadap kemajemukan merupakan salah satu tanda dari ketakwaan. 

Sebaliknya Al Quran sangat menentang sikap-sikap fanatik yang mengarah kepada pengkultusan sesama manusia. Pengkultusan rahib, pendeta, ulama, dan biksu tertentu, bahkan pengkultusan kepada para nabi sekalipun sangat dicela oleh al Quran karena amat menodai nilai-nilai tauhid (pengesaan Tuhan).

Sikap fanatik yang berlebihan terhadap tokoh (sekte atau mazhab) tertentu di internal umat seagama telah menimbulkan rusaknya rasa persaudaraan. Logikanya, jika persaudaraan seagama saja tidak bisa dipelihara, lantas bagaimana kehangatan persaudaraan antar-umat beragama bisa dibangun.

Dalam kehidupan berbangsa, khazanah kemajemukan yang dikaruniakan Tuhan itu sepatutnya disyukuri dan dijadikan modal bersinergi untuk mencapai kemajuan suatu bangsa dan hubungan antar bangsa. 

Di hadapan kita masih menggunung pekerjaan rumah di seputar persoalan rusaknya persaudaraan yang penyebab-penyebabnya bisa dikatakan irasional. Adalah irasional jika kita masih menjadikan perbedaan etnik, agama, mazhab, sekte, kultur, ormas, organisasi agama, tokoh, LSM, posisi, oposisi, dan lain sebagainya itu sebagai alasan untuk saling memusuhi.

Musuh kita sebenarnya adalah rasa permusuhan itu sendiri. Permusuhan yang disulut rasa kebencian dan hilangnya rasa kasih sayang. Permusuhan yang dipanasi oleh fanatisme ketokohan, eksklusivisme, dan kepentingan-kepentingan kelompok. Musuh kita sebenarnya adalah ucapan-ucapan kita yang menyakiti hati sesama. Musuh kita sebenarnya adalah kemungkaran dan kezaliman yang boleh jadi pelakunya diri kita sendiri. 


Selasa, 17 November 2020

Tuhan Di Kebinekaan (Bagian 1)

Kebinekaan Menuntut Kearifan


Tuhan itu Esa, akan tetapi makhlauk-makhluk berbineka. Seluruh makhluk yang berbineka itu diciptakan Tuhan Yang Esa. Di dalam kebinekaan ada keberagaman, di dalam keberagaman ada perbedaan-perbedaan, dan di dalam perbedaan-perbedaan ada Tuhan Yang Esa.

Di dalam kebinekaan terlahir bermacam-macam etnis, budaya (culture), agama, dan lain-lainnya. Dengan demikian hadirnya kemajemukan (fluralitas) dan keberagaman budaya (multikultural) itu berasal dan bersumber dari Allah. Lantas apa yang menjadi alasan kita harus mempermasalahkan fluralitas/fluralisme dan kemajemukan (multikulturalisme) yang diciptakan Allah?

Tidak ada satu dalil pun di dalam al Quran yang menyuruh atau membenarkan permusuhan manusia dikarenakan perbedaan pendapat, madzhab, etnis, budaya, prinsip, dan agama. Al Quran menyuruh manusia untuk mengajak sesamanya kepada  tauhid (keesaan Tuhan) dan amar ma'ruf nahyi munkar. 

Kesadaran tauhid mengingatkan bahwa manusia berasal dari Sumber Yang Esa dan hanya kepada-Nya mereka perlu ber-ilaah (menghadapkan diri). Dengan kesadaran tauhid itu diharapkan dapat menumbuhkan spirit persaudaran antar-sesama manusia. Begitupun dengan kewajiban amar ma'ruf nahyi munkar,  agar manusia bisa saling memberi kebaikan kepada sesamanya dan tidak saling menzalimi.

Mendakwahkan nilai-nilai tauhid dan amar ma'ruf nahyi munkar pun harus ditempuh dengan cara-cara yang dianjurkan al Quran. Pertama, metodologi hikmah, yakni melalui cara yang penuh kearifan, kesantunan, kasih sayang, persuasif, dan cara-cara edukatif lainnya. Al Quran mengingatkan "Jika engkau kasar dan keras hati, maka mereka pun akan berlari (menjauh) darimu ...". 

Kedua, dengan mau'izhah hasanah, yakni memberi tauladan yang baik, mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian, berperilaku inklusif (terbuka), dan berusaha memahami orang lain (sebagai tujuan dakwah) dengan penuh kearifan. Al Quran tidak membenarkan cara-cara mengajak orang lain dengan angkuh, sok menggurui, dan mengklaim "inilah yang paling benar".  

Ketiga, jaadilhum billatii hiya ahsan,  yakni diskusi, dialog, kajian ilmiah bareng, bedah bersama, seminar, dan lain sebagainya. Al Quran sangat menekankan pentingnya pemahaman permasalahan, argumentasi ilmiah, dan referensi-referensi yang relevan. Sebaliknya al Quran sangat tidak menyetujui adanya perdebatan yang didasari kemarahan, kebencian, dan merasa paling benar sendiri.


Senin, 16 November 2020

Iman Minta Bukti (Bag 3)

Mush'ab pun dipilih Rasul saw sebagai duta misi Islam, sebagai muballigh hijrah, untuk mengajarkan Islam di Yatsrib (Madinah).khususnya kepada orang anshar yang telah beriman dan berbaiat di bukit ‘Aqabah, dan jumlah anshar saat itu baru 12 orang saja. Tugas Mush’ab ini pun sekaligus dalam rangka mempersiapkan kota Yatsrib dan kaum  anshar sebagai calon penyambut muhaajiriin pada saat hijrah nanti.

Rasulullah menitipkan tugas teramat penting itu kepada Mush’ab bin Umair, si pemuda ganteng yang amat prestisius perjuangan dan pengorbanannya demi cintanya kepada Islam. Begitu mulyanya Mush’ab, dan karenanya sang Rasul saw memilihnya mengemban tanggungjawab mahaberat untuk membangun masa depan Islam di Madinah.

Mush'ab yang cerdas, berbudi luhur. zuhud, jujur,  dan pekerja keras pun lagi-lagi menunjukkan prestasinya. Melalui dirinya Allah kirimkan hidayah-Nya kepada penduduk Madinah, dan berduyun-duyunlah mereka memasuki Islam.

Di perang Uhud, Mush'ab dipercaya sebagai salahseorang pembawa panji. Ketika situasi kacau karena kaum Muslim terjebak berebut ghanimah, Mush’ab mengacungkan bendera setinggi-tingginya sambil bertakbir sekeras-kerasnya, maju menyerang musuh. Siasatnya dimaksudkan untuk mengalihkan perhatian musuh kepadanya agar mereka (musuh) melupakan Rasulullah saw..  

Demi menyelamatkan sang Rasul tercinta, Mush’ab maju sendirian laksana barisan tentara. Melihat hal itu, Ibnu Qumaiah dari pasukan musuh menebas tangan kanan Mush'ab hingga putus. Mush'ab meneriakkan, "Muhammad itu hanyalah seorang Rasul yang sebelumnya telah datang juga rasul-rasul pendahulunya." Kini panji perang dipegang dengan tangan kirinya yang juga ditebas oleh musuh hingga putus. Mush'ab tetap melindungi bendera dan masih berteriak "Muhammad itu hanyalah seorang Rasul, dan sebelumnya telah didahului oleh beberapa Rasul." Sang penebas kedua tangan Mush'ab pun kemudian menyerangnya lagi dengan menusukkan tombak, ke tubuh Mush’ab hingga tombak tersebut patah. Mush'ab pun gugur sebagai syuhada.

Rasulullah saw dan para sahabat memeriksa bekas medan pertempuran untuk menyampaikan kata perpisahan kepada para syuhada. Saat menampak jasad Mush'ab, berderailah air mata mulya Rasulullah saw dengan derasnya.

Hanyalah ada kain burdah sangat kasar untuk menutupi jasad  mulyanya Mush’ab. Jika ditaruh di atas kepalanya, terbukalah kedua kakinya, dan jika ditutupkan ke bagian bawah tubuhnya, terbukalah kepalanya. Dalam kondisi itu Rasulullah saw menginstruksikan, "Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan tutuplah kakinya dengan rumput idzkhir!"

Sambil memandangii kain burdah penutup itu, Rasul saw bersabda, "Ketika di Makkah dulu, tak seorang pun yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripadamu. Tetapi sekarang ini  rambutmu kusut lusuh, hanya dibalut sehelai burdah."

Sambil melepas pandangannya ke tempat bekas medan perang dan kepada jasad-jasad para syuhada, Rasulullah saw berseru, "Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi di hari kiamat bahwa kalian adalah syuhada di sisi Allah!".

Kepada para sahabat yang tidak gugur Rasul saw berpesan "Wahai manusia, berziarahlah kepada mereka dan ucapkan salam! Demi Allah yang menguasai nyawaku, tak seorang Muslim pun yang memberi salam kepada mereka, pasti mereka akan membalasnya hingga hari kiamat."

Demikianlah Mush’ab bin Umair r.a. dan Bilal bin Rabbah r.a., sebagai dua orang tokoh sahabat yang telah menunjukkan kelulusan mereka dari ujian-ujian iman mereka.


Iman Minta Bukti (Bag 2)

 1.  Mush’ab bin Umair

Para sejarawan menggambarkan Mush’ab bin Umair : "Seorang warga Mekah paling tampan dan harum (populer) yang jadi buah bibir gadis-gadis, cerdas dan menjadi star di tempat-tempat berkumpul, serta besar di tengah kenyamanan materi dan sangat dimanjakan oleh keluarganya. Boleh jadi tak seorang pun remaja Mekah yang seberuntung Mush’ab bin Umair.".

Pemuda ganteng ini memutuskan memilih Islam, juga Islam (Rasul saw) telah memilihnya. Mush’ab memang pemuda pilihan yang kelak para sejarawan akan selalu mengabadikan namanya dengan penuh cinta.

Ketika ibunya mengetahui bahwa Mush’ab sudah pindah keyakinan, maka murka besarlah sang bunda ini. Tapi Mush’ab begitu tegar dan malah malah membacakan ayat-ayat al-Quran di hadapan sang bunda dan keluarganya serta kaum pembesar yang saat itu sedang berkumpul di rumahnya. Konsekwensinya Mush’ab pun dikucilkan di penjara khusus oleh keluarganya.

Kehebatan mental dan kecerdasan Mush’ab pun bekerja, dan dengan muslihatnya yang piawai dia mampu meloloskan diri, kabur dari penjara itu. Selanjutnya dia ikut hijrah ke Ethiopia bersama kaum Muslim, pelarian yang amat jauh

Sungguh pengorbanan diri yang super hebat. Siapa pun yang memandang Mus’ab pasti menundukkan kepala dan memejamkan matanya sebab merasa malu oleh keagungan perjuangan dan pengorbanan Mush’ab. Sebagian sahabat tak kuasa menahan air mata kasih sayang di kala memandangi Mush’ab yang kini hanya mengenakan jubbah kumal penuh tambalan. Masih terbayang di kepala mereka ketika Mush’ab masih di lingkungan keluarganya sebagi anak remaja yang serba cukup fasilitas dan penuh kesenangan. Kini, setelah masuk Islam, penampilan Mush’ab berubah sangat lusuh begini..

Rasulullah sendiri berkomentar : “Dahulu saya melihat Mush’ab laksana tiada tandingnya dalam kesenangan dan kecukupan. Kini dia tinggalkan keluarga tercintanya demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Di suatu hari saat Mush’ab bertemu lagi dengan ibunya, sang bunda masih sangat murka dan berkata : “Enyahlah sesuka hatimu …! Aku bukan ibumu lagi”. Dengan sangat lembut Mush’ab berkata : “Ibu, sudah aku sampaikan nasihat ketuhanan kepada ibu dan aku sangat menyayangi ibu. Kumohon kepada ibu, bersaksilah bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah”.Namun sang bunda masih tetap dalam keyakinan lamanya dan menjawab : “Demi bintang, samasekali aku tidak akan masuk pada agamamu itu, nanti fikiranku bisa jadi rusak dan orang-orang terkemuka tidak akan mau memandangku lagi.”

itulah pertemuan terakhir Mush’ab bin Umair dengan bunda tercintanya. Pertemuan terakhir yang berarti perpisahan antara ibu dan anak untuk selama-lamanya. Perpisahan yang sangat berat beriringkan derasnya cucuran air mata kesedihan. Mush’ab menangis karena harus berpisah dengan ibunya, dan Mush’ab menangis sebab dia merasa gagal menyelamatkan ibundanya dari keyakinan lamanya.


Bersambung ke bagian 3 ………

Iman Minta Bukti (Bag 1)

Interpretasi Q.S. 29 : 2 – 3

Apakah manusia mengira akan dibiarkan …
bebas mengatakan “kami telah beriman”?
Tidak, Kami tak ‘kan pernah membiarkan …
sebab bagi pengaku iman mesti ada ujian

Sungguh telah kami uji para pengaku iman terdahulu, ...
yang dengan itu diketahui sejatinya para pengaku itu,….
mereka ada yang benar-benar iman tulus dari kalbu, ….
dan ada yang imannya hanya sebatas  ngaku-ngaku.

 

Islam memuat nilai-nilai moral dan spiritual yang sangat luas, seluas semesta alam dan sebanyak nafas makhluk-makhluk Allah.. Mustahil kita mampu memahami Islam secara keseluruhan meskipun umur kita ditambah sepuluh atau seratus atau seribu kali lipat lagi.

Pada edisi ini penulis mengutip secuil hikmah dari 2 (dua) tokoh sahabat, murid-murid terbaik Rasulullah saw. Dua orang sahabat ini adalah di antara contoh model yang menampilkan pada kita keimanan yang benar, bukan keimanan yang palsu.

1.  Bilal bin Rabbah

Bilal adalah tokoh perkasa yang masuk Islam di saat beliau masih menjadi hamba sahaya (budak belian).  Sementara majikannya, Umayyah bin Khalaf sangat membenci Islam yang didakwahkan oleh Rasulullah saw. Ketika sang majikan yang super kejam itu tahu Bilal sudah masuk Islam, alangkah geramnya dia, dan Bilal pun disikasa habis-habisan .

Tapi Bilal tetap memegang pendiriannya, Islam. Tubuh Bilal ditindih batu besar, tangannya, diikat, dan sekujur badannya terus dicambuki berhari-hari. Panas suhu siang Arab yang amat sangat menyengat dan dinginnya malam Arab yang menusuk--nusuk tulang sumsum seperti tajamnya belati kian melengkapi penderitaan Bilal secara lahiriah. Tetapi batiniyah Bilal begitu perkasa dan tangguh demi sukacita dirinya yang telah masuk Islam. .

Bilal begitu gigih mempertahankan imannya di tengah deraan sakit fisik yang amat dahsyat hingga Allah mengirim Abu Bakar r.a.kepadanya untuk memerdekakannya. Demikianlah Bilal sudah membuktikan keimanan tulennya yang lolos uji (lulus seleksi).

Bukti iman aku dan kamu sudah “lolos uji” mana yach?

Bersambung ke bagian 2 …

Minggu, 15 November 2020

Semesta Kasih Sayang

 

Dzat Kasih Sayang
Darin-Nya Datang, Kepada-Nya  Berpulang

Edisi Revisi
Perenungan Sederhana Dari Surat Ar-Raohman


Kasih Sayang,
ajarkan al Quran,
menciptakan al-insan,
memaparkan  penjelasan,
merotasikan matahari-bulan,
mengedarkannya di perhitungan,
 meninggikan langit di keseimbangan,
menundukkan tetumbuhan-pepohonan

Wahai insan … !!
Jagalah keseimbangan,
dengan menegakkan keadilan.
Bukankah bumi telah dibentangkan,
di atasnya ada buah-buahan disuburkan,
dari biji-bijian berkulit yang telah ditanamkan,
pohon-pohon kurma kelopak mayang ditumbuhkan.
Lantas nikmat Tuhan mana lagi yang bisa kau dustakan?

Dari Dzat Kasih Sayang ditiupkan  ruh suci  kehidupan

Dari Dzat Kasih Sayang semua  permulaan  penciptaan

Dari Dzat Kasih Sayang dijalankan segala  perwujudan

Dari Dzat Kasih Sayang diawali peristiwa dan kejadian.

Dari Dzat kasih  Sayang  al-insan merasakan kesejukan

Dari Dzat Kasih Sayang jiwa menerima bacaan-bacaan

Dari Dzat Kasih Sayang  akal memperoleh pemahaman

Dari Dzat Kasih Sayang manusia  menyelami pelajaran

Tahun 2099 Kita Sepaham


Indahnya Berbeda Paham

Dakwah yang disampaikan seorang muballigh tertentu kepada masyarakat seagamanya menimbulkan berbagai respon. Sebagian audiens langsung meyakininya sebagai kebenaran karena muballigh ini tokoh karismatik bahkan figur yang disakralkan. Auidiens ini adalah kelompok sami'naa wa atho'naa (kami dengar dan siap menjalankannya). Apa kata guru mereka ikuti.

Audiens lainnya komplain "gak bisa begitu donk, kita harus kritis, jangan jumud, akal kita kan harus digunakan dalam memahami agama". Lucunya pasukan "akal" ini pun tidak satu suara. Hal itu dikarenakan respon IQ mereka pada matero sang muballigh berbeda-beda. Ada yang tidak paham, ada yang kurang paham, ada yang salah paham. ada yang mengaku paham menurut versinya, dan ada yang merasa lebih paham daripada sang muballigh tadi.

Grup sami'naa wa atho'naa bilang "begitulah para pamuja otak, agama mereka hanya berputar di perdebatan. Sedangkan kita langsung mengamalkan".

Teliti punya teliti ternyata muballigh karismatik tadi berbicara soal pendapat beliau tentang ikhtilaf. Sang muballig berpendapat bahwa hukum merokok itu tidak ditemukan keterangan yang qath'i (kuat); beliaupun berpandangan memakai baju koko dan jubah itu ciri Muslim (?); dan satu lagi, menurut beliau poligami itu hukumnya diperintahkan. Para audiens sudah sangat mngenal pak muballigh yang perokok, berjubah, dan berpoligami ini.

Grup "kritis" bilang "itu mah urusan mu'amalah dan adab, bukan ibadah mahdhoh. Pada urusan ini kaum Muslim boleh mendiskusikannya."

Tidak paham, kurang paham, salah paham. sok paham, merasa lebih paham, dan merasa paling paham di kalangan manusia merupakan bagian dari dinamika alamiah kehidupan ini. 

Termasuk saya dan saudara-saudara pembaca tidak akan pernah sepaham hingga usia kita yang ke berapa di tahun 2020 ini. Tapi di tahun 2099 kita akan sepaham, insya Allah.  

Surga? Beraninya Ngaku-ngaku


Surga Bukan Saingan Allah


Haddduuh ... Iyah ya ... gelo euy uing kalau begitu mah 

Astagfirullahal'azhiim, elo gile bro?

Oooh he he, kirain gak ada abang euy, jadi malu aku

Elo lagi ngelamunin apa sich bro, kelihatannya serius banget tuch

Ha ha ..., ini aku lagi mikirin diri yang tiap harinya merasa paling tahu, merasa benar, dan merasa pasti bakal masuk surga

Ya bagus elo pede ditambah husnuzhon malah. Cuman jangan bertepuk sebelah tangan juga donk. Surga itu kan milik Allah, itu mah urusan Allah. Merasa diri bakal masuk surga harus juga disertai bukti-bukti yang dibenarkan Allah, jangan hanya pembenaran menurut elo sendiri, itu mah namanya ngaku-ngaku.

Lho bang kan aku sudah syahadat, sudah Islam, shalat, puasa, zakat, infak, baca al Quran, majelis taklim, zikir, umroh, haji, dan banyak-banyak lagi dech amal-amal shaleh?

Itu kan menurut elo, menurut penilaian Allah gimana. Apakah elo yakin Allah menilai elo termasuk orang-orang yang sudah beriman, bersyahadat, bershalat, beramal shaleh, dan seterusnya itu? 

Tidak juga sich. Tapi kan syahadat dan shalat itu tiket ke surga bang?

Iya jika shalatnya "ditegakkan". Ingatlah bahwa shalat pun belum menjamin seseorang selamat dari ancaman wail (petaka). Allah berfirman, "Kecelakaan bagi orang-orang yang shalat". Yaitu mereka yang shalat tapi saahuun, lalai dalam ibadah dan buruk dalam etos kerja; Mereka shalat tapi yuroo-uun (pamer, pupujieun, dan tidak tulus); dan mereka shalat tapi mereka yamna'uunal maa'uun (kikir, egois, merasa benar sendiri, dsb.) 

Jadi aku harus gimana atuh bang? 

Menurut gue lanjutin aja amaliah-amaliah elo itu sebagai ikhtiar maksimal ketaatan elo. Dasari ketaatan-ketaatan itu dengan ilmu dan pendampingan para guru. Tapi jangan terburu-buru merasa elo sudah benar, apalagi merasa paling benar, asa pang-Islam-na, dan asa pang-surga-na (merasa paling pantas masuk surga). Itu mah mendahului Allah, takabbur namanya. Lagi pula semua ketaatan elo itu jangan diniatkan buat beli surga, tapi harus karena Allah. Jika ketaatan elo karena surga (bukan karena Allah) maka itu musyrik namanya, Jika elo musyrik, elo mau masuk surga gimana?

Hadeueuh .... lanjutin bang ... !!!

Jadikanlah setiap orang merasa aman dari elo, jangan sakiti siapapun dengan tangan dan ucapan elo; Jalinlah kasih sayang dengan siapapun tanpa memandang etnis, agama, dan perbedaan apapun; Teruslah bermanfaat bagi lingkungan dan sesama elo; Perbanyaklah merasa bersalah dan rajinlah beristighfar (introspeksi diri). Jangan merasa paling benar, sebab jika elo begitu berarti elo-lah yang sebenarnya paling salah. Jangan suka memandang orang lain bersalah, sebab bisa jadi menurut Allah merekalah yang justru benar.

Ok.. ok, apa lagi bang?

Udah dulu ah istirahatkita shalat Isya aja dulu yach.

Sabtu, 14 November 2020

Iman Lahirkan Petunjuk? Semestinya Begitu


Petunjuk Hanya Bersumber Dari Keyakinan

Betapa maha-berbobotnya kandungan-kandungan nilai yang termuat di "Kitab Hati" ini. Jangan dulu membaca dan mendalami semua ayatnya yang berjumlah ribuan itu. Baca dan dalami aja dulu potongan kalimat pendek ini : dzaalikal kitaabu laa raiba fiih ... Artinya : "Inilah al-kitab yang di dalamnya tidak terkandung (sedikit pun) keraguan"

Di antara pemahaman (tafahhum) yang paling sederhananya begini :
Al Kitab ini khusus buat orang-orang yang yakin dan ingin lebih menguatkan keyakinannya. Jika ragu dengan Kitab ini, buatlah satu surat saja yang semisalnya, ... fa`tuu bisuuratin min mitslih ... Tidak mungkin kamu mampu. Coba kumpulkan juga seluruh jin dan manusia untuk berkolaborasi mendatangkan semisal Kitab (al Quran) ini...! Itu pun tidak mungkin. Sesolid apapun kerjasama jin-manusia, tak akan pernah bisa mendatangkan semisal al Quran ini. 

Kenapa? Karena al Kitab ini didatangkan hanya dari Allah. Apa kalian tidak mikir, kalau sekiranya al Kitab ini bukan dari Allah, maka akan banyak kalian temukan pertentangan-pertentangan di dalamnya, lawajaduu fiihi ikhtilaafan katsiiraa.

Berikutnya, Kitab ini adalah petunjuk (hudan) bagi orang-orang yakin. Keyakinan adalah energi utama ketakwaan. Sebaliknya, al Kitab ini tidak akan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang penuh keraguan. Allah hanya akan memberi petunjuk melalui iman (keyakinan) hamba-Nya, yahdiihim Rabbuhum bi iimaanihim. 

Berarti untuk memperoleh kepetunjukan al Quran ini ada prasyarat, di antaranya :
1. Jangan ragu, jangan pesimis, jangan inferior, dan jangan mengikuti was-was
2. Harus pede (confidence) dan optimis; serta harus yakin (yakin kepada yang 
    ghaib,  yakin menegakkan shalat,  yakin berinfak,  yakin  kepada  Kitab-kitab 
    yang diturunkan Allah sebelum al Quran, dan yakin pada akhirat (visioner).
3. Keyakinan itu di hati bukan di fikiran (otak)
4. Keyakinan yang benar akan melahirkan cahaya kepetunjukan al Quran
5. Keragu-raguan hanya akan menghasilkan berbagai kebingungan

Wallahu a'lam

Topeng Sang Kepentingan

Tuntutan Bertopeng Tuntunan 
Penyamaran Sang Kepentingan

Bermula demi isi perut, lama-lama bermetamorfosa kepada demi tuntutan-tuntutan yang sangat banyak. Si “perut” memang ajaib, konsumsi biologis tak mampu memuaskannya. Lapar-haus biologisnya bisa berubah menjadi lapar-hausnya tabiat : lapar belanja, lapar berselfi, haus status, dan dahaga pujian. “Itu tuntutan” katanya, tuntutan zaman, tuntutan harga diri, tuntutan pofesi, tuntutan karir, tuntutan hobi, tuntutan kemewahan, tuntutan popularitas, hingga tuntutan politik dan kekuasaan.

Demi tuntutan, tak sedikit manusia terjebak kepada rutinitas yang monoton. Hidup bergulir di seputar mencari uang – pulang – tidur hiburan – liburan. Ratusan tuntutan menyeret manusia ke siklus berjalan tanpa melangkah.

Tuntutan-tuntutan si “tubuh daging” nyaris mengendalikan manusia dan menggeser  tuntunan-tuntunan.  Bahkan seringkali tuntutan-tuntutan beraksi di balik topeng tuntunan-tuntunan. Begitu piawainya tuntutan-tuntutan mengambil pemanfaatan.

Demi tuntutan-tuntutan, manusia memandang sesamanya seperti kawanan mangsa yang bisa dikalikan angka-angka. Wajah atasnama ditampilkan : atasnama bangsa, atasnama agama, atasnama masyarakat, atasnama LSM, atasnama anak yatim, atasnama ideologi, atasnama konstitusi, dan seabrek atasnama lainnya.

Siapakah yang begitu? Boleh jadi kita sendiri. Mawas diri untuk selalu berintrospeksi adalah bagian penting dari istighfar. Laa haula wa laa quwwata illaa billah.

Desa Wisata Vs Dampak Lingkungan (2)

Telaah Lingkungan
Desa Tujuan Wisata
Bagian 2

Dampak Terhadap Lingkungan Ekologis

Wilayah-wilayah Desa di KBU yang notabene memiliki area-area kehutanan akan cukup terdampak oleh adanya aktivitas-aktivitas kepariwisataan :

-  Hiruk-pikuk dan kebisingan di ruas-ruas jalan dalam Kawasan hutan ditambah stand-stand perdagangan di area kehutanan sangat berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem hewan-hewan liar yang hidup di dalam hutan.

-Berkeliarannya hewan-hewan liar dari hutan yang memasuki area-area pertanian warga masyarakat bisa jadi diakibatkan oleh kebisingan wisatawan, di samping akibat kurang seimbangnya pakan penunjang ekosistem (siklus) makanan hewan liar hutan

Resiko Potensial Pelanggaran Regulasi

-  Faktor dimand  (pasar) khususnya pasar usaha kuliner di desa-desa ini bisa dikatakan “menunggu faktor suplai". Menjawab peluang itu maka sarana-sarana permanen café-resto-hotel yang level midle-high class pun dibangun pada area-area lembah dan bukit di lokasi-lokasi KBU ini, sedangkan perizinan IMB dan Izin Usaha (bisa jadi) belum atau masih dalam proses pengurusan.

- Pada usaha-usaha sudah berjalan sementara izin resmi belum terbit bisa mengakibatkan terjadinya pungutan-pungutan bahkan pajak liar

-  Potensi praktek “pungutan liar” retribusi perparkiran

Dampak di Tengah Pandemi Covid-19

- Pembiaran oleh pemerintah pada terjadinya kerumunan pengunjung dari dalam dan luar kota di stand-stand pinggir jalan, cafe-cafe, dan tempat kunjungan lainnya di tengan pandemi berpotensi pada terjadinya klaster baru  penyebaran virus covid-19

Pemandangan seperti yang disebutkan di atas berdampak pada semakin menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang dianggap kurang serius dalam penanganan dan antisipasi penyebaran virus covid-19


Dampak Terhadap Pranata Sosial
Belum jelasnya Regulasi dan intensitas pengawasan dapat berdampak pada :
-  Timbulnya potensi persaingan/penguasaan stand usaha dan premanisme 
-  Terjadinya multi-santdar harga dagang/jasa yang merugikan wisatawan
- Stand-stand perdagangan di area-area hutan rimbun berpotensi pada terjadinya pergaulan bebas lawan jenis, minuman keras, dan transaksi-transaksi narkoba

Ironi Masalah Lingkungan Lainnya

- Semakin menurunnya pohon-pohon konservasi (resapan air) seperti bambu, dan  pohon resapan air lainnya 

- Puluhan hektar lahan/tanah tidur/terlantar tidak  dikelola di tengah masih banyak warga  buruh  tani  yang membutuhkan pekerjaan dan perlu diberdayakan 

Fakta-fakta seperti ini menunjukkan perlunya pengelolaan kompre-hensip berbasis lingkungan pada desa-desa yang dijadikan daerah tuju-an wisata. 

Jangan sampai pencapaian peningkatan perekonomian desa melalui pe-ngembangan sektor wisata ini malah mengakibatkan kerugian ling-kungan secara besar-besaran yang akan merugikan semua pihak  dalam segala aspek kehidupannya, yang berarti kerugiannya lebih besar-besaran lagi.


Desa Wisata Vs Dampak Lingkungan (1)

Telaah Lingkungan
Desa Tujuan Wisata
Bagian 1

Desa di Kawasan Bandung Utara didatangi ratusan ribu pengunjung perbulannya dan jutaan pengunjung di setiap tahunnya. Para pengunjung mendatangi café-café, resto, hotel, hutan wisata, selasar seni, komunitas budaya, warung-warung di bahu jalan, dan tempat-tempat lainnya. Mereka ada yang berkendaraan, ada yang sekedar berjalan-jalan sehat, juga ada yang bersepeda gunung. Perparkiran kendaraan tampak di berbagai titik bahu jalan. “Keramaian” bergulir siang dan malam.

Pemandangan di atas menggambarkan hidupnya suatu desa dalam sektor kepariwisataan. Tentu ada manfaat yang patut disyukuri, namun sisi madharatnya juga jangan sampai diabaikan. Keduanya patut dipotret secara objektif .

Boleh jadi perputaran omset ekonomi di sektor kewisataan ini mencapai ratusan miliar rupiah pertahun. Belum lagi sektor-sektor ekonomi tradisional seperti rutinitas pertanian, produksi, dan lainnya.

Rotasi omzet ekonomi di atas juga menggabarkan besaran income yang seharusnya mengkontribusi pada pembangunan Desa, kesejahteraan aparat Desa, dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Tetapi hal itu tidak akan terwujud selama regulasinya belum disesuaikan. Di tengah pesatnya kemajuan ekonomi kepariwisataan tersebut, aparat Desa dan pengurus-pengurus masyarakat lainnya hanya gigit jari 

Di samping belum terwujudnya income yang mengkontribusi Desa, dampak-dampak negatif terhadap lingkungan sudah begitu nyata.

Dampak Lingkungan Jalan Utama :

- Berjubalnya pengunjung ke tempat-tempat kuliner dan wisata  menimbulkan masa-lah kemacetan di titik-titik perparkiran yang harus ditata ulang.

- Adanya stand-stand dagang pinggir jalan akibatkan kekumuhan dan masalah tata ruang jalan dan bahu jalan.

-  Resiko percepatan kerusakan jalan-jalan utama dan sistem drynase;

Dampak Terhadap Lingkungan Kebersihan

-Kegiatan café, resto, hotel, dan warung-warung menimbulkan semakin meningkatnya sampah dan limbah di samping problem sampah rumah tangga dari penduduk;

-Peningkatan debit sampah dan limbah berkontribusi pada penyumbatan-penyumbatan sistem saluran air hujan di area-area selokan dan drynase umum yang bisa mengakibatkan banjir ke pemukaan jalan umum dan sekitarnya.


Dampak Terhadap Lingkungan Air Bersih

- Pertumbuhan populasi penduduk Desa ditambah lonjakan pengunjung yang notabene membutuhkan air bersih telah menimbulkan menurunnya persediaan air bersih

-Berkurangnya ketersediaan air bersih berdampak pada mendesaknya kebutuhan air bersih melalui penggalian sumur-sumur summersible dan/atau artesis

Dampak Geologis Sumur-sumur Artesi

-  Dampak geologis penggalian-penggalian sumur summersible/artesis di KBU



Bersambung ke Bagian 2 .........

Indonesia Harus Damai

Kunci Surga Yang Tertukar (?)

Sumber Gambar : Grid Kids-Grid.Id. Ketika mulut mengucapkan "tiada ilaah kecuali Allah", pada saat yang sama hati harus membuktika...

Gusdur