Jumat, 16 Oktober 2020

Insting Biologis Kebumian Anda

 Karena kesementaraan makanan minuman di pengembaraan,

haruskah aku lupakan awal pemberangkatan dan akhir kepulangan?

Karena konspirasi gabungan nafsu-syaithan si alat pengujian,

tega-kah aku lemparkan taqwim keinsanan dan kuambil kehewanan?

Karena pertunjukan tipu sulapan di panggung semu tontonan

mestikah aku campakkan kemahaluasan mahsyar arafah keabadian?

 

Badan manusia diciptakan Tuhan dari saripati tanah dan bersifat materi. Ibarat tanah kering yang disirami air, maka tanah tersebut menjadi hidup. Demikian juga tubuh jasmani manusia, setelah ruh masuk ke dalamnya maka tubuh manusia pun menjadi hidup.

Jasmani manusia hidup bergerak, bertumbuh, dan bereaksi pada stimuli-stimuli di sekitarnya. Indera-indera biologisnya bagaikan radar frekwensial atau receiver, dan insting ragawinya beraktivitas merespon kebutuhan-kebutuhan alamiahnya.

Energi kebumian (biologis) telah membentuk sifat-sifat nabati pada tumbuh-tumbuhan. Energi kebumian pun telah membentuk karakteristik dan instink hewaniah pada hewan-hewan. Hal ini karena tumbuhan dan hewan tidak dibekali akal (ruh kelangitan).

Lain halnya dengan manusia yang ke dalam badannya ditiupkan ruh (akal kelangitan), maka energi biologis kebumian akan membentuk karakteristik-karakteristik individual yang amat beragam. Pada posisi ini manusia berada di antara dua pilihan besar, apakah ia memilih energi kelangitan atau energi kebumian.

Seseorang yang berpegang teguh pada energi kelangitannya berarti dia telah berhasil mempertahankan kesejatiannya (ruh kelangitannya). Sebaliknya seseorang yang diperhamba energi kebumiannya berarti dia telah memilih jurang kekalahannya.

Energi kebumian itu sendiri bukanlah keburukan. Makna keburukan di sini dialamatkan pada seseorang yang menuhankan syahwat jasmani-duniawiahnya dan karenanya dia menjadi terusir dari keluhuran sajatining dirnya.

Al-Quran menyebut orang-orang yang menuhankan hawa nafsu (duniawi) tak ubahnya laksana hewan ternak atau bahkan mereka lebih hina dibanding hewan-hewan ternak :

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلا © أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلا كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلا

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” Al-Furqaan : 43-44

Diri mereka akan didominasi keserakahan, kesombomngan, dan kemarahan akibat ketulian/kebutaan telinga/mata hati mereka. Bermacam-macam penderitaan (kesedihan–kecemasan–ketakutan) yang berkepanjangan pun akan menimpa mereka sebagai konsekwensi logis amaliah mereka.

 

Bersambung ………

Tidak ada komentar:

Indonesia Harus Damai

Kunci Surga Yang Tertukar (?)

Sumber Gambar : Grid Kids-Grid.Id. Ketika mulut mengucapkan "tiada ilaah kecuali Allah", pada saat yang sama hati harus membuktika...

Gusdur