Selasa, 24 November 2020

Kunci Surga Yang Tertukar (?)

Sumber Gambar : Grid Kids-Grid.Id.

Ketika mulut mengucapkan "tiada ilaah kecuali Allah", pada saat yang sama hati harus membuktikan makna esensial, nilai inti, dari ucapan itu. Sedemikian karena hanya dari hatilah laa ilaaha illallah dinilai dan diangkat ke langit.

Sebagian saudara kita menempuh amalan mengulang-ulang dzikir laa ilaaha illallah ratusan bahkan ribuan kali per harinya. Mungkin ada berbagai syarat yang harus ditunaikan untuk menyempurnakan amaliah tersebut. Menurut mereka, amalan itu ditempuh dalam upaya lebih menguatkan keimanan dan tauhid. Wallahu a'lam, karena hanya Allah-lah yang mengetahui soal hubungan antara seseorang dengan hatinya. Annallaha yahuulu bainal mar-i wa qalbihi

Anda berangkat ke mesjid  dan shalat berjamaah. Hal itu Anda lakukan demi mengejar keutamaan shalat berjamaah yang pahalanya 27 derajat. Anda tidak shalat munfarid (sendirian) di rumah karena hanya akan menghasilkan satu pahala. Apakah amalan Anda ini menguatkan ikrar "tiada ilaah kecuali Allah", atau menguatkan "tiada ilaah kecuali pahala 27 derajat"? 

Di samping Anda, ada seorang teman yang sedang melakukan amalan dzikir dan puasa sunnat. Dia sedang mengejar target amalan 40 hari sesuai saran gurunya, sebagai ritual khusus untuk kelancaran rizki dan kemakmuran. Apakah amalan teman Anda ini menguatkan ikrar  "tiada ilaah kecuali Allah", atau menguatkan "tiada ilaah kecuali kelancaran rizki dan kemakmuran"? 

Kita tidak berhak sedikit pun untuk menghakimi benar tidaknya amalan-amalan yang ditempuh oleh saudara-saudara kita. Bahkan kita pun tidak tahu benar tidaknya amalan-amalan kita.

Akan tetapi al Quran selalu memperingatkan kita bahwa ketika amalan hati kita bukan karena Allah, maka hati kita itu sedang menghadap kepada selain-Nya. Maksudnya, agar setiap kita selalu ekstra hati-hati dalam menjaga motivasi dan orientasi setiap amaliyah kita. 

Al Quran mewanti-wanti, jika kita tidak super-waspada menjaga ilaah (kiblat hati) maka hati kita akan dikacaukan oleh berbagai kiblat. Jika demikian maka Ilaah yang satu akan bergeser kepada ilaah-ilaah yang banyak (aalihah). Ketika hati tidak lagi menghadap kepada Tuhan Yang Esa, maka hati itu akan diporak-porandakan oleh tuhan-tuhan kecil yang amat sangat banyak jumlahnya.

Betulkah kita hanya ber-ilaah kepada Allah, atau ber-ilaah kepada pahala, kekayaan materi, pujian, jabatan, kekuasaan, gaji, dan seabrek ilaah lainnya? Adakah di antara para nabi, rasul, auliyaa, syuhada, shalihin, dan muqarrabiin yang tujuan hidupnya hanya mengejar kenyamanan duniawi? Sejalankah kita dengan mereka atau bahkan berseberangan?


Tidak ada komentar:

Indonesia Harus Damai

Kunci Surga Yang Tertukar (?)

Sumber Gambar : Grid Kids-Grid.Id. Ketika mulut mengucapkan "tiada ilaah kecuali Allah", pada saat yang sama hati harus membuktika...

Gusdur