Aku : “Siapakah aku? “ |
· Bisikan pertanyaan tentang “siapa aku?” mungkin terbersit di benak setiap orang Tanyalah sahabat terdekat
siapa sebenarnya elo. Pasti dia ngeja-wab seenak
versinya. Itu karena dia lebih ngukur casing elo, bukan
daleman elo. Pada ending-nya elo akan gak sreg dan gak
puas ama jawabannya itu. Sebetulnya saha-bat elo pun sama lagi belepotan
mencari jawaban “siapa aku”.
· Begitu jelasnya segala ketidakjela-san “di sini”, dan memang begitu-lah
sifat aslinya dunia ini. · "siapa aku?” tetap butuh jawaban |
Sebenarnya manusia itu “satu”
sebagaimana asalnya. Manusia satu, cuman temen-temennya aja yang
banyak. Betul manusia satu karena dia bersumber dari diri (nafs) yang
satu Secara emosional manusia memiliki
satu perasaan universal : cinta, kasih, suka, rindu, gembira, sedih, marah, benci,
tenang, takut, dan seterusnya. Secara kognitional manusia satu dalam pemilikan
potensi intelegensinya : bertanya, berfikir, meneliti, mencari jawaban, dan
seterusnya. Secara naluri sosial, manusia satu dalam tabiat alamiahnya untuk
berinteraksi sosial. Begitupun secara genetikal biologisnya manusia satu dan karenanya
semua orang disebut anak Adam. Jika berangkat dari satu
kesamaan alamiah tersebut, sepatutnya setiap kita lebih terinspirasi untuk menguatkan
spirit bersaudara bukan semangat bermusuhan, mempersatukan bukan
memecah-belah, saling mengasihi bukan saling membenci, dan lebih menjalin
kebersamaan bukan memaksakan persaingan yang saling menjatuhkan. Lalu apa jawaban “siapa aku”. Hadduuh sebentar, penulis bingung, tadinya sich pengen ngalihin permbicaraan. Apabila
“siapa aku?” ditanyakan saat ini dan di sini, maka jawabannya akan bersifat
temporal dan situasional. Tabiat dunia ini kan begitu, relatif dan subyektif,
gak ada kebenaran absolut. Sebaliknya apabila “siapa aku?” ditanyakan “di
sana”, setelah Anda wafat, jawabannya akan berbeda lagi. Di dunia ini, “siapa”-nya seseorang diukur oleh bermacam-macam parameter,
di antaranya :: a. Anda menurut penilaian orang
lain atau masyarakat umum: Dari parameter ini “siapa
Anda?” akan memunculkan jawaban yang beragam tergantung orang menyebut Anda siapa. Bisa jadi seseorang menyebut Anda “si kaya” karena melihat
rumah besar dan mobil mewah Anda. Sedangkan karib Anda menyebut Anda “si
bingung” karena Anda sering curhat sama dia soal biaya sewa rumah dan
rental mobil yang belum terbayar
Setiap orang akan berbeda
menyebut “siapa Anda” tergantug dari angel mana mereka memotret Anda. Ada
yang menilai Anda dari parameter nama, keturunan, harta, jabatan, profesi,
isteri atau suami, pendidikan, relationship, perilaku, gosip di medsos, obrolan
di wa-rung, dan sebagainya.
b.
Anda menurut penilaian Anda
sendiri Dari parameter ini,
jawaban “siapa Anda” terserah kepada pilihan Anda sendiri, bebas dech. Jawaban orang tentang Anda
bisa jadi tidak sejalan dengan jawaban Anda sendiri. Jawaban Anda pun tidak
bisa dipaksakan agar orang lain sependapat dengan Anda. Ya, memang beginilah
dunia ini. Pertanyaan “Siapa aku?” pun bukannya mendatangkan jawaban pasti,
melainkan malah menambah pertanyaan-pertanyaan baru lagi. Apakah rahasia “siapa
aku?” hanya akan diperoleh “di sana”, setelah kewafatan? Jawabannya ya. Setelah
wafat, jawaban siapa aku secara pasti akan ditemukan. Itulah pentingnya wafat,
dan silahkan kalo mau duluan. Untuk kita renungi bersama : "Pada hari ketika tiap-tiap diri
mendapati segala kebajikannya, dan menjumpai hasil dari kejahatannya (dia tahu siapa dirinya), dia berkhayal seandainya antara ia dengan hari itu masih ada masa (kesempatan) yang jauh (untuk bertaubat); ..." "... dan apabila kuburan-kuburan telah dibukakan, maka tiap-tiap diri akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya (dia mengetahui siapa dirinya)." "Maka apakah dia tidak mengetahui
apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dikeluarkan apa yang dari dalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka pada
hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka (siapa diri mereka sebenarnya)." Bersambung ......... |