Sabtu, 31 Oktober 2020

Bedanya Aku di Sini dan di Sana

Aku     : “Siapakah aku? “
Diriku : “dirimu”
Aku     : “Maksudnya diriku?”
Diriku  : “Bukan selainmu”
Aku     : “Lho, siapa kamu”
Diriku  : “Dirimu”
Aku     : “Yang kutanaya kamu”
Diriku  : “Kamu”
Aku     : “Yang menjawabku?
Diriku  : “Dirimu”


 ·    Bisikan pertanyaan  tentang “siapa 
     aku?” mungkin terbersit  di  benak       setiap  orang

Tanyalah sahabat terdekat siapa sebenarnya elo. Pasti dia ngeja-wab seenak versinya. Itu karena dia lebih ngukur casing elo, bukan daleman elo. Pada ending-nya elo akan gak sreg dan gak puas ama jawabannya itu. Sebetulnya saha-bat elo pun sama lagi belepotan mencari jawaban “siapa aku”.

 

·      Begitu jelasnya segala ketidakjela-san “di sini”, dan  memang  begitu-lah sifat aslinya dunia ini.

·     "siapa aku?” tetap butuh jawaban

Sebenarnya manusia itu “satu” sebagaimana asalnya. Manusia satu, cuman temen-temennya aja yang banyak. Betul manusia satu karena dia bersumber dari diri (nafs) yang satu

Secara emosional manusia memiliki satu perasaan universal : cinta, kasih, suka, rindu, gembira, sedih, marah, benci, tenang, takut, dan seterusnya. Secara kognitional manusia satu dalam pemilikan potensi intelegensinya : bertanya, berfikir, meneliti, mencari jawaban, dan seterusnya. Secara naluri sosial, manusia satu dalam tabiat alamiahnya untuk berinteraksi sosial. Begitupun secara genetikal biologisnya manusia satu dan karenanya semua orang disebut anak Adam.

Jika berangkat dari satu kesamaan alamiah tersebut, sepatutnya setiap kita lebih terinspirasi untuk menguatkan spirit bersaudara bukan semangat bermusuhan, mempersatukan bukan memecah-belah, saling mengasihi bukan saling membenci, dan lebih menjalin kebersamaan bukan memaksakan persaingan yang saling menjatuhkan.

Lalu apa jawaban “siapa aku”.  Hadduuh sebentar, penulis bingung, tadinya sich pengen ngalihin permbicaraan. 

Apabila “siapa aku?” ditanyakan saat ini dan di sini, maka jawabannya akan bersifat temporal dan situasional. Tabiat dunia ini kan begitu, relatif dan subyektif, gak ada kebenaran absolut. Sebaliknya apabila “siapa aku?” ditanyakan “di sana”, setelah Anda wafat, jawabannya akan berbeda lagi.

Di dunia ini, “siapa”-nya seseorang diukur oleh bermacam-macam parameter, di antaranya ::

a.   Anda menurut penilaian orang lain atau masyarakat umum:

Dari parameter ini “siapa Anda?” akan memunculkan jawaban yang beragam tergantung orang menyebut Anda siapa. Bisa jadi seseorang menyebut Anda “si kaya” karena melihat rumah besar dan mobil mewah Anda. Sedangkan karib Anda menyebut Anda “si bingung” karena Anda sering curhat sama dia soal biaya sewa rumah dan rental mobil yang belum terbayar

 

Setiap orang akan berbeda menyebut “siapa Anda” tergantug dari angel mana mereka memotret Anda. Ada yang menilai Anda dari parameter nama, keturunan, harta, jabatan, profesi, isteri atau suami, pendidikan, relationship, perilaku, gosip di medsos, obrolan di wa-rung, dan sebagainya.

 

b.    Anda menurut penilaian Anda sendiri

Dari parameter ini, jawaban “siapa Anda” terserah kepada pilihan Anda sendiri, bebas dech.

Jawaban orang tentang Anda bisa jadi tidak sejalan dengan jawaban Anda sendiri. Jawaban Anda pun tidak bisa dipaksakan agar orang lain sependapat dengan Anda. Ya, memang beginilah dunia ini. Pertanyaan “Siapa aku?” pun bukannya mendatangkan jawaban pasti, melainkan malah menambah pertanyaan-pertanyaan baru lagi.

Apakah rahasia “siapa aku?” hanya akan diperoleh “di sana”, setelah kewafatan? Jawabannya ya. Setelah wafat, jawaban siapa aku secara pasti akan ditemukan. Itulah pentingnya wafat, dan silahkan kalo mau duluan. 


Untuk kita renungi bersama :

"Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikannya, dan menjumpai hasil dari kejahatannya (dia tahu siapa dirinya), dia berkhayal seandainya antara ia dengan hari itu masih ada masa (kesempatan) yang jauh (untuk bertaubat); ..."

"... dan apabila kuburan-kuburan telah dibukakan, maka tiap-tiap diri akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan yang dilalaikannya (dia mengetahui siapa dirinya)."

"Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dikeluarkan apa yang dari dalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka (siapa diri mereka sebenarnya)."

Bersambung .........


 


Jumat, 30 Oktober 2020

Otak, Sekuat Apa Daya Ingatnya?




Tidak semua hal bisa dipahami hanya dengan mengandalkan kritisisme intelektual. Banyak bertanya bisa jadi membuat pintar, juga bisa menambah kegagalan paham. Sebaiknya memang tidak terburu-buru mengambil kesimpulan.

Peristiwa ini terjadi di masa lalu, mungkin kejadiannya berlangsung sebelum masa purbakala, bahkan mungkin sebelum manusia diciptakan. Certanya begini :

&

:

Dan … ingatlah … ketika … !

K

:

Ingat, Apa yang diingat? Ooh .. mengingat "ketika"…?

&

:

Tuhan berfirman: “Aku akan jadikan ‘khalifah’ di bumi”,

K

:

Apa itu khalifah? Buminya sudah ada, bumi yang mana?

&

:

Mereka bertanya, “Apakah Engkau akan menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah (sebagai khalifah) di bumi? Sedangkan kami selalu bertasbih, memuji, dan mensucikan-Mu?” Tuhan menjawab : "Aku lebih tahu daripada kalian".

K

:

Siapa “Mereka”, kok merasa khawatir dengan apa yang akan terjadi, atau maksudnya mereka komplain?

Mereka mengklaim diri selalu bertasbih memuji dan mensucikan Tuhan, apakah mereka mau menonjolkan jasa, ataukah mereka ngiri kepada orang yang akan dijadikan khalifah?

Oh ya, apa udah ada orang waktu itu?

&

:

Tuhan mengajarkan seluruh nama-nama pada Adam. Lalu Tuhan menantang “mereka” untuk memberitakan nama-nama yang diajarkan pada Adam

K

:

Apakah Adam sudah berada di bumi waktu itu? Bukankah wacana khalifah itu baru rencana? Lho, merencanakan itu perlu berfikir. Oh tidak, Tuhan Yang Maha Kuasa tidak mungkin berfikir.

Apakah “mereka” menyanggupi tantangan itu?

&

:

“Mereka” bilang “Maha Suci Engkau, kami tak tahu selain yang telah Engkau ajarkan pada kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui Maha Bijaksana”.

K

:

Ooh “mereka” gak tahu. Tadi katanya mereka komplain soal orang yang akan dijadikan khalifah.

&

:

Tuhan berfirman "hai Adam, beritahukan nama-nama itu kepada mereka”. Setelah Adam memberitahu “mereka”, Tuhan berkata : “Bukankah telah Aku bilang bahwa Aku mengetahui kegaiban langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kalian buka dan sembunyikan?”

K

:

Ooooh …!!!???

&

:

Dan … ingatlah … ketika !!

K

:

Yang tadi aja belum ingat, sekarang harus ingat apa lagi?

&

:

Dan  ingatlah ketika Kami menyurh malaikat “Sujudlah kalian pada Adam”. Malaikat pun bersujud, kecuali iblis yang tidak mau bersujud disebabkan enggan, sombong dan ingkar.

K

:

Tadi yang disuruh kan malaikat, iblis mah gak disebutkan ..

&

:

Dan Kami berkata “Hai Adam tinggallah kamu bersama isterimu di surga. Makanlah apa pun dan dari manapun kalian mau. Tapi jangan kalian dekati ‘syajaroh”. Jika kalian melanggarnya, kalian termasuk orang-orang yang menganiaya diri”

K

:

Di surga ada larangan juga ya, surga type mana yach?

&

:

Syetan memanipulasi logika buat merayu Adam Hawa.

K

:

Hmm ... mulai dech konspirasi syetan  

Kok bukan iblis yang menipu Adam Hawa ?

&

:

Tertipulah Adam Hawa dan mereka  keluar (dari surga)

Tuhan berkata : “Turunlah kalian! Sebagian kalian menjadi musuh bagi yang lain. Bagi kalian disediakan  tempat kediaman di bumi, dan kesenangan sementara hingga waktu kontrak yang ditentukan”.

K

:

Gsebentar  … mau nanya beberapa poin lagi nich ...

1.   Dari perintah "turunlah kalian!", berarti surga itu berada di atas yach, di atasnya dimana?

2.  Apakah di surga itu Adam Hawa sudah memiliki rasa penasaran dan selera (nafsu)?

3.  Waktu Adam Hawa “terusir” untuk turun ke bumi, apakah Adam Hawa sudah bertubuh raga kebumian?

4.  Saat Tuhan menyatakan bahwa “Sebagian kalian menjadi musuh bagi yang lain”, apakah waktu itu sudah banyak orang?

5. Aku disuruh ingat atau mengingat. Apakah aku mengalami peristiwa itu, sehinggan aku harus mengingat/ 


K

:

Jadi mana jawabannya? Kan pertanyaanku banyak tuch, belum dijawab.

&

:

1. Belajar dan belajar terus. Itu kewajiban;
2. Berfikirlah lebih keras dan serius; 
3. Rajinlah berkontemplasi secara kontinyu;
4. Utamakan ketulusan dan rendah hati.


Ingatlah ini : 

Para Nabi dan Rasul adalah tokoh-tokoh super jenius. Kecerdasan intelektual mereka jauh melebihi para filosof  sekaliber apapun. Di samping kehebatan intelektual, perjalanan spiritual mereka pun berada di pencapaian terpuncak. 

Untuk bisa memahami ajaran mereka diperlukan kegigihan upaya memadukan kekuatan daya pikir dan daya spiritual. Hanya dengan kesungguhan ikhtiarlah mungkin kita bisa memahami meski sebagian, bukan keseluruhan.

Bersambung .........

Kamis, 29 Oktober 2020

"Buku Diri" Anda Bukanlah Fiksi

 Buku Diri

Di setiap diri manusia tersertakan pasti “Buku Diri” berisikan bacaan-bacaan diri. Huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf, dan halaman demi halamannya tersusun rapi. Di Buku Diri termuatkan kisah-kisah detail sejarah diri, bercerita bukti- bukti, dan berbicara catatan-catatan asli diri. Tiada terlewatkan meski sekecil apapun perbuatan diri, seluruhnya dikupas secara terperinci.

Buku Diri bukanlah fiksi, bukan pula ilusi sarat imaginasi. Membacanya akan sangat berarti dan karenanya aku memulai. Kulihat judulnya "Buku Diri", kubuka lembarannya, di lembaran yang pertama kali kubaca dan kutemui nformasi sejarah intinya diri dari perjalanan awalnya yang azali, lantas  kuteliti, diterangkannya begini :



Inti Diri

 Diawali-Nya  asalku. diasali-Nya  awalku, dimulai-Nya  sejarahku, 

 dihembuskan-Nya   keintianku,   diciptakan-Nya    keberadaanku, 

 dikeluarkan-Nya aku,  dikumpulkan-Nya aku,  didialogi-Nya  aku, 

dikuatkan-Nya kesadaranku, ditunjukan-Nya sumber asal awalku


 Kumulai  keazalian-ku  di  kelangitan tertinggi,
  di amar penciptaan johar awal cahaya  terpuji, 
  kepadaku,  atasnama titah  perintah suci Ilahi, 
sujud-lah malaikat, persujudan khas tersendiri

    Aku ditiupkan dari ruh-Ku, aku ditanyai dimintai jawaban, 
    bukankah Aku Tuhan kalian?  Aku jawab, ya kusaksikan, 
    aku hamba yang diingatkan, jangan sampai aku lupakan, 
  mengelak di hari kemudian, Tuhan, aku lupa persaksian

 

Aku  mempercayai keberadaan dan kebenaran Buku Diri seperti aku mempercayai keberadaan diriku ini. Bagi Kamu yang sama-sama mempercayainya seperti aku, ada baiknya kita lanjutkan pembicaraan ini dari hari ke hari. Bagi kamu yang tidak mempercayainya, terimakasih sudah membaca tulisanku sampai di paragraf ini. Tapi kamu pun mempunyai hak meneruskan dan mengikuti, barangkali ini jadi jalan  kita berteman dan berdiskusi.

Buku Diri menyertai dalam kesendirian dan kebersamaan, dalam kesepian dan keramaian. dalam sukacita dan kesedihan, dalam satu perkara dan bermacam urusan, serta dalam suatu hal dan berbagai keadaan. Buku Diri adalah buku utama pribadi dan bagi harmoni kesesamaan, dialah buku di obrolan-obrolan keseharian dan buku pegangan di sepanjang zaman. Di Buku Diri tiada sekecil apapun urusan melainkan semuanya terekam dan tercatatkan. 


Ya, diriku dan dirimu yang sekarang ini memang berawal dari suatu inti yang hakiki dan azali. Inti diri "dittiupkan dari ruh-KU",yang ditanya "bukankah AKU Tuhanmu?", dan jawabnya "betul. kami menyaksikan".Kepada inti diri itulah malaikat diperintahkan bersujud, dan mereka pun bersujud.


Berakar kepada historinya yang azali, maka pohon diri kita yang sekarang selalu dan selamanya terhubung kuat kepada inti asasinya itu, baik dahulu, sekarang, dan di kehidupan yang akan datang. Inti diri yang suci memberikan ketenangan ketika kita berbuat kebaikan, dan melakukan komplain di saat kita berbuat kesalahan dan kelalaian. Keberpihakan kepada Inti diri membawa kita pada kebahagiaan. Sebaliknya perlawanan kepada inti diri membuat kita terjatuh ke dalam penderitaan. 


Bersambung ……


Catatan :

Mohon permakluman ... !!!

Artikel "Buku Tentang Diri" ini merupakan edisi revisi artikel berjudul "Aku Siapa Aku" yang penulis posting sebelumnya. Revisi ini ditempuh atas pertimbangan-pertimbangan penulis meliputi : 

a. Pembaharuan metodologi penyajian, visi, dan sistematika artikel

b. Dipandang ada beberapa typo penulisan (redaksional) dan substansial 

c. Penambahan-penambahan dan penyesuaian lain yang diperlukan


Berkenaan itu, artikel-artikel lain yang sudah penulis posting pun akan ditempuh revisi yang sama dan edisi revisinya akan penulis repost-kan. Mohon maklum dan terimakasih.. 


Rabu, 28 Oktober 2020

Para Nabi Ber- إِلَهٌ Yang Sama

Seluruh Nabi dan Rasul Sepakat

Sebagaimana penegasan Allah bahwa “Dia bersaksi, tiada إِلَهٌ (Ilaah) selain Dia”, dan para malaikat bersama para ahli ilmu penegak keadilan bersaksi demikian, maka para nabi dan rasul pun sama-sama menguatkan hal itu. Tidak ada perbedaan di antara para nabi dan rasul soal keesaan إِلَهٌ ini. Seluruh utusan Tuhan dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad saw, tanpa kecuali, semuanya sama, mereka menyeru kaum dan umatnya agar hanya ber- إِلَهٌ kepada Dzat Yang Maha Esa saja.

Nabi Adam, Idris, Nuh, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Hud, Shaleh, Syu’aib, Musa, dan seterusnya sampai Nabi Muhammad saw, termasuk puluhan ribu Nabi dan/atau Rasul dari setiap penjuru dunia, mereka adalah para tokoh tauhid. Tidak ada perselisihan pemahaman dan misi ketuhanan di antara mereka, dan al Quran melarang kita, jangan sampai membeda-bedakan mereka.

Terjadinya perbedaan perselisihan faham di kalangan umat (pengikut) lebih dikarenakan keterbatasan para pengikut itu sendiri dalam menyelami keuniversalan ajaran para nabi dan rasul tersebut. Meskipun begitu, banyak juga dari kalangan kaum dan umat, tokoh-tokoh arif bijaksana yang tidak mau terseret oleh perselisihan dan perbedaan, sebaliknya mereka memiliki spirit kuat untuk mempersatukan.

Kalangan ahli filsafat-bijak juga membenarkan misi-misi tauhid para nabi dan rasul tersebut. Tidak hanya itu, bahkan di antara filosof Muslim banyak yang memandang tokoh seperti Thales (624 – 546 SM), Sidharta Gautama (563 – 483 SM), Confusius (551 – 479 SM), Socrates (469 – 399 SM), Plato (427 – 348 SM), Aristoteles (384 – 322 SM),  dan lainnya yang seperti mereka sebagai nabi atau rasul juga.

Sebaliknya kita cukup prihatin dengan para tokoh yang mengklaim diri sebagai pemikir modern tapi masih membeda-bedakan ajaran para nabi dan rasul, bahkan memecah-belah umat manusia.

Umat Islam mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw serta membenarkan para nabi/rasul, dan kitab-kitab sebelumnya. Al Quran melarang manusia membeda-bedakan para nabi/rasul yang sama-sama menyeru: اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُه  , “sembahlah Allah, tiada ILAAH bagimu selain DIA”

Memang tidaklah cukup hanya dengan kepintaran otak dan kerasnya berfikir untuk dapat memahami ajaran-ajaran para nabi dan rasul itu. Bagaimana mungkin kita dapat memahami keuniversalan ajaran mereka dengan hanya pendapat fikiran saja, sedangkan mereka (nabi dan rasul itu) menerima risalah melalui jalan kontemplasi, takhannuts, uzlah, tadabbur, taqarrub, bertapa, shaum, tadzakkur, dan ritual-ritual lainnya yang teramat berat.

Barangkali dengan menempuh kontemplasi, tadabbur, tadzakkur, taqarrub, dan ritual-ritual ketaatan (syariyyah), dan juga dengan tetap berfikir keras, sedikit-sedikit kita akan mampu memahami sebagian dari ajaran-ajaran keuniversalan para nabi dan rasul.

Keika anak-anak Ya’kub ditanya “siapakah yang akan kalian sembah sepeninggalku?”, maka mereka menjawab  : نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ ,.”kami hanya akan menyembah Ilaah-mu dan Ilaah lelihurmu Ibrahim-Ismail- Ishaq, yakni Ilaah Maha Esa, dan kami berserah diri kepada-Nya”.

Bersambung ..........

Selasa, 27 Oktober 2020

Tiada إِلَهٌ Kecuali Dia

    Ilaah ( إِلَهٌ ) Yang Sebenarnya Esa

Di dalam Al-Quran kata Ilaah dalam bentuk tunggal terdiri dari Ilaahun ada 80 kali , Ilaahan 16 kali, Ilaahaka 3 kali, Ilaahukum 10 kali, Ilaahunaa 1 kali, Ilaahahu 2 kali. Sedangkan yang berbentuk mutsanna (jamak dua) yaitu Ilaahaini ada 2 kali. Adapun yang berbentuk jamak yaitu Aalihah 18 kali, Aalihataka 1 kaliAalihatukum 4 kali, Aalihatuna 8 kali,, Aalihatuhum 2 kalidan Aalihatii 1 kali.

Allah menegaskan bahwa Dia-lah Ilaah ( إِلَهٌ )Yang Esa,  إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ , tiada إِلَهٌ selain-Nya. Dia menyatakan bahwasanya tidak ada Ilaah (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan hal demikian itu). Demikian seperti tercantum dalam Q.S Ali Imran ayat 18.

Al-Quran pun menguatkan bahwa إِلَهٌ yang sebenarnya dan yang seharusnya dijadikan إِلَهٌ oleh manusia adalah إِلَهٌ yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Ilaah (yang berhak disembah) melainkan Dia yang Maha Perkasa Maha Bijaksana (Q.S. Ali Imran ayat 6).

وَلا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لا إِلَهَ إِلا هُوَ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

"Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan.". Q.S. Al Qashash : 88

Sebagaimana إِلَهٌ yang sebenarna itu Mahahidup, Berdiri Sendiri, dan meciptakan serta membentuk manusia dan seluruh makhluk, maka Dia juga yang terus menerus mengurus makhluk-Nya tanpa pernah mengantuk dan tak pernah tidur (Q.S. Al Baqarah : 255).

Manusia hanya dibenarkan ber- إِلَهٌ kepada Dzat yang memiliki dan menguasai apa yang di langit dan di bumi, yakni إِلَهٌ yang menguasai dan memberi pertolongan (syafaat). Tiada yang dapat memberi syafaat tersebut tanpa seizin-Nya. Dia mengetahui apa-apa yang di hadapan dan di belakang seluruh makhlu-Nya. sebaliknya makhluk-makhluk-NYa tidak dapat mengetahui apa-apa dari ilmu-Nya  kecuali jika dikehendaki-Nya. Kursiy إِلَهٌ ini meliputi langit dan bumi dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar (tercantum pada ayat kursiy).

Hanya Dia juga إِلَهَ sebenarnya yang Mahamemperkenankan doa-doa siapapun yang berdoa :

أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ

"Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati-(Nya).". Q.S. An Naml : 62

Dia إِلَهٌ yang mencipta, mengurus, mengawasi, maka Dia juga yang akan membangkitkan manusia di hari kiamat (Q.s. An Nisaa : 87).

ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ لا إِلَهَ إِلا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ

Yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu, Pencipta segala sesuatu, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka bagaimanakah kamu dapat dipalingkan?. Q.S. Ghaafir : 62

Bersambung ………

Indonesia Harus Damai

Kunci Surga Yang Tertukar (?)

Sumber Gambar : Grid Kids-Grid.Id. Ketika mulut mengucapkan "tiada ilaah kecuali Allah", pada saat yang sama hati harus membuktika...

Gusdur