Selasa, 20 Oktober 2020

Pulang Segera Ke Panggung Sendiri

      Terhanyut Di Adegan Luaran 

Acapkali sukmaku terhanyut di lembaran luaranku
Bahkan lebih banyak sukacitaku kehilangan diriku
Begitu pun dirimu yang  sukaria kehilangan dirimu
Dimanakah sedang berada taklah ingat aku kamu

Panggung tontonan luar sana memang menarik
Seakan aku kamu terhanyut terseret ditarik-tarik
Di tengah kealpaan diri aku kamu berasyik-asyik
Barulah insyaf saat kembali dan sadarku terusik

Trio karib saling menceritakan “riwayatnya” masing-masing. Orang pertama ialah seorang foot ball maniak yang ketika itu sedang menonton siaran televisi live saat team pavoritnya bertanding. Tapi ending-nya the dream team-nya itu kalah. Ia begitu kesal. Ia kecewa pada sang pelatih yang tak menurunkan striker idolanya di babak awal. Kemarahannya bertambah karena menurutnya peran sang wasit pertandingan kurang adil. Selama match berlangsung ia merasa sedang duduk di tribun stadion, dan tanpa disadari segelas kopi panas yang baru dituangkan isterinya, dirasanya air mineral kemasan gelas plastik yang langsung dilemparnya ke lapangan. Ternyata layar teve yang kena lempar gelas itu.

Orang kedua adalah sang teman yang saat itu sedang asyik-asyiknya menyimak forum debat di salahsatu statsiun teve. Saking consent-nya, dIa merasa berada di forum itu. Ketika perdebatan semakin memanas mengarah ke debat kusir, dia sangat jengkel. Repleks dia acungkan telunjuknya berniat mengusulkan agar para peserta debat yang terdiri dari petinggi parpol dan wakil rakyat itu mau menahan diri. Persis saat ia mau interupsi, aliran listrik putus dan teve-pun padam. Segera ia beristighfar, sadar bahwa ia hanyalah penonton teve di rumah. Berkali-kali dia beristighfar, karena berkali-kali juga lututnya terantuk sudut meja-kursi, gelas jatuh pecah, dan minuman tumpah ruah di kegelapan malam.

Sedangkan kawan kedua begitu terhibur sekaligus bingung dengan kepiawaian seorang presenter di salahsatu program dialog. Sang presenter bertanya dengan kefasihan kata dan aksennya yang sangat menarik. Saat narasumber belum merampungkan jawaban, sang pembawa acara begitu giatnya menyela komentar demi komentar. Sambil menyela, pertanyaan-pertanyaan lain meluncur. Komentar sang narasumber tak kunjung rampung karena terpotong selaan-selaan presenter dengan trik-triknya yang memancing. Sebagai penonton yang setia, sang kawan menyimak acara hingga selesai. Ia mengerutkan dahi, kok sepertinya pertanyaan presenter itu lebih banyak dari jawaban narasumbernya. Ia pun tertawa sendirian. terkekeh-kekeh, dan lebih terkekeh-kekeh lagi saat mau menghabiskan setengah cangkir kopi dingin yang sudah dipenuhi kafilah semut.  

Cerita di atas menggambarkan bahwa seringkali kita larut dalam adegan-adegan peranan orang lain. Saat Anda menyaksikan pertunjukan film misalnya, untuk sementara waktu, perasaan Anda terhanyut ke dalam kisah, tokoh, dan peristiwa-peristiwa di dalamnya. Anda merasa bahwa Andalah para aktor itu.

Di setiap hari saya dan Anda begitu seringnya terseret perasaan dan fikiran kepada peran action orang lain, dan di saat yang sama saya dan Anda lupa akan diri yang sedang mela-yang-lang dan tidak berada di tempatnya? 

Suatu hari aku dan kamu akan pulang ke tempat asal-awal kita. Alangkah baiknya jika sebelum itu terjadi kita sudah terlatih dan terbiasa pulang kepada diri sendiri.

Bersambung .........

Tidak ada komentar:

Indonesia Harus Damai

Kunci Surga Yang Tertukar (?)

Sumber Gambar : Grid Kids-Grid.Id. Ketika mulut mengucapkan "tiada ilaah kecuali Allah", pada saat yang sama hati harus membuktika...

Gusdur