Tuntutan Bertopeng Tuntunan
Penyamaran Sang Kepentingan
Bermula demi isi perut, lama-lama bermetamorfosa kepada demi tuntutan-tuntutan yang sangat banyak. Si “perut” memang ajaib, konsumsi biologis tak mampu memuaskannya. Lapar-haus biologisnya bisa berubah menjadi lapar-hausnya
tabiat : lapar belanja, lapar
berselfi, haus status, dan dahaga pujian. “Itu tuntutan” katanya, tuntutan zaman, tuntutan harga diri, tuntutan pofesi, tuntutan karir, tuntutan hobi, tuntutan
kemewahan, tuntutan popularitas, hingga tuntutan politik dan kekuasaan.
Demi tuntutan, tak sedikit manusia terjebak kepada rutinitas yang monoton. Hidup bergulir di seputar mencari uang – pulang – tidur – hiburan – liburan. Ratusan tuntutan menyeret manusia ke siklus berjalan tanpa melangkah.
Tuntutan-tuntutan si “tubuh daging” nyaris mengendalikan manusia dan menggeser tuntunan-tuntunan. Bahkan seringkali tuntutan-tuntutan beraksi di balik topeng tuntunan-tuntunan. Begitu piawainya tuntutan-tuntutan mengambil pemanfaatan.
Demi tuntutan-tuntutan, manusia memandang sesamanya seperti kawanan mangsa yang bisa dikalikan angka-angka. Wajah atasnama ditampilkan : atasnama bangsa, atasnama agama, atasnama masyarakat, atasnama LSM, atasnama anak yatim, atasnama ideologi, atasnama konstitusi, dan seabrek atasnama lainnya.
Siapakah yang begitu? Boleh jadi kita sendiri. Mawas diri untuk selalu berintrospeksi adalah bagian penting dari istighfar. Laa haula wa laa quwwata illaa billah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar