Selasa, 17 November 2020

Tuhan Di Kebinekaan (Bagian 1)

Kebinekaan Menuntut Kearifan


Tuhan itu Esa, akan tetapi makhlauk-makhluk berbineka. Seluruh makhluk yang berbineka itu diciptakan Tuhan Yang Esa. Di dalam kebinekaan ada keberagaman, di dalam keberagaman ada perbedaan-perbedaan, dan di dalam perbedaan-perbedaan ada Tuhan Yang Esa.

Di dalam kebinekaan terlahir bermacam-macam etnis, budaya (culture), agama, dan lain-lainnya. Dengan demikian hadirnya kemajemukan (fluralitas) dan keberagaman budaya (multikultural) itu berasal dan bersumber dari Allah. Lantas apa yang menjadi alasan kita harus mempermasalahkan fluralitas/fluralisme dan kemajemukan (multikulturalisme) yang diciptakan Allah?

Tidak ada satu dalil pun di dalam al Quran yang menyuruh atau membenarkan permusuhan manusia dikarenakan perbedaan pendapat, madzhab, etnis, budaya, prinsip, dan agama. Al Quran menyuruh manusia untuk mengajak sesamanya kepada  tauhid (keesaan Tuhan) dan amar ma'ruf nahyi munkar. 

Kesadaran tauhid mengingatkan bahwa manusia berasal dari Sumber Yang Esa dan hanya kepada-Nya mereka perlu ber-ilaah (menghadapkan diri). Dengan kesadaran tauhid itu diharapkan dapat menumbuhkan spirit persaudaran antar-sesama manusia. Begitupun dengan kewajiban amar ma'ruf nahyi munkar,  agar manusia bisa saling memberi kebaikan kepada sesamanya dan tidak saling menzalimi.

Mendakwahkan nilai-nilai tauhid dan amar ma'ruf nahyi munkar pun harus ditempuh dengan cara-cara yang dianjurkan al Quran. Pertama, metodologi hikmah, yakni melalui cara yang penuh kearifan, kesantunan, kasih sayang, persuasif, dan cara-cara edukatif lainnya. Al Quran mengingatkan "Jika engkau kasar dan keras hati, maka mereka pun akan berlari (menjauh) darimu ...". 

Kedua, dengan mau'izhah hasanah, yakni memberi tauladan yang baik, mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian, berperilaku inklusif (terbuka), dan berusaha memahami orang lain (sebagai tujuan dakwah) dengan penuh kearifan. Al Quran tidak membenarkan cara-cara mengajak orang lain dengan angkuh, sok menggurui, dan mengklaim "inilah yang paling benar".  

Ketiga, jaadilhum billatii hiya ahsan,  yakni diskusi, dialog, kajian ilmiah bareng, bedah bersama, seminar, dan lain sebagainya. Al Quran sangat menekankan pentingnya pemahaman permasalahan, argumentasi ilmiah, dan referensi-referensi yang relevan. Sebaliknya al Quran sangat tidak menyetujui adanya perdebatan yang didasari kemarahan, kebencian, dan merasa paling benar sendiri.


Tidak ada komentar:

Indonesia Harus Damai

Kunci Surga Yang Tertukar (?)

Sumber Gambar : Grid Kids-Grid.Id. Ketika mulut mengucapkan "tiada ilaah kecuali Allah", pada saat yang sama hati harus membuktika...

Gusdur