Renungan Hari Pahlawan
Di antara kata-kata Bung Karno pada pidatonya di Hari Ulang Tahun
Proklamasi ke 18 tahun 1963 : “… Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe.
Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika
bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik
makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak.”
Kata-kata Bung Karno tersebut memberikan makna yang sangat dalam sekaligus
merupakan nasihat penuh hikmah untuk kita renungkan. Dari ucapan-ucapannya itu
kita bisa merasakan betapa beliau sangat
mencintai negara dan bangsanya lebih dari cinta kepada dirinya sendiri.
Nasihat-nasihat penuh hikmah dari Bung Karno ini dapat kita jadikan
catatan-catatan berharga yang memotivasi jiwa kita untuk terus mengabdi kepada
Ibu Pertiwi.
1. Kita Bangsa Yang Besar
Republik Indonesia, negara kita, adalah
negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.504 pulau. Total luas
wilayahnya ± 8,3 juta km2, terdiri dari 6,4 juta km2 luas total perairan, dan
1.9 juta km2 daratan..Negeri besar ini ditinggali lebih
dari 270 juta jiwa. Putera-puteri bangsa ini terdiri dari berbagai suku bangsa,
disertai pula dengan multi kekayaan bahasa. agama, dan aneka-ragam budaya. Jiwa
nasionalisme masyarakat bangsa yang besar ini dipersatukan oleh kearifan nilai-nilai
Bhineka Tunggal Ika.
Begitu luas dan besarnya Negara Indonesia
jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Eropa Barat yang luasnya hanya
± 1,5 juta
km2 tapi terbagi menjadi 11 negara. Oleh karena itu “Kita Bangsa Yang Besar”
yang sepatutnya mensyukuri anugerah besar di negeri yang besar ini.
Sebagai bangsa yang besar, yang
memiliki negara yang besar, maka kita wajib dan berhak menjaga negara kepulauan
nusantara tercinta ini dari rongrongan-rongrongan bangsa lain yang ingin menguasainya
baik secara politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain.
2. Kita Bukan Bangsa Yang Lemah
Kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dan pemberian dari bangsa manapun,
juga bukan hal yang terjadi secara kebetulan. “Tuhan tidak merubah nasib suatu
kaum sehingga kaum itu mau merubahnya.” Kemerdekaan adalah hasil dari kegigihan
mental-mental baja para pahlawan yang berjerih-payah dan menderita di tengah
berbagai kesulitan. Indonesia adalah hasil perjuangan dan pengorbanan tulus yang
dipersembahkan putera-puteri negeri demi
Ibu Pertiwi.
3. Kita Tidak Akan Mengemis
Lamanya penjajahan yang diderita negeri ini hingga 350 tahun bukan
karena perkasanya pihak penjajah, akan tetapi lebih karena belum terjalinnya
persatuan yang cukup kuat untuk melawan penjajah itu. Pihak penjajah juga terus-menerus
memecah-belah kita, di antaranya dengan memanfaatkan para penjual harga diri yang
tega mengkhianati bangsanya sendiri demi sesuap nasi. Orientasi para
pengkhianat ini hanyalah perut dan toilet. Pekerjaan mereka mengemis dan mengemis.
Sebaliknya para pejuang itu adalah pemilik harga diri yang rela tersiksa
di tengah-lapar, disiksa, dipenjara, dibuang, bahkan dibunuh demi kemerdekaan
negeri. Merekalah guru-guru besar bagi siapapun yang ingin mempunyai pribadi yang
mandiri tanpa harus mengemis dan mengejar jabatan, tanpa bersaing saling merebut
kekuasaan, dan tanpa menggadaikan bangsa karena takut kekurangan.
4. Kita Merdeka dan Bukan Budak
Kemungkinan terus berlanjutnya penjajahan oleh bangsa tertentu di abad
ke 21 ini bukanlah hal mustahil. Tentunya penjajahan dalam bentuk lain yang
disamarkan, dibungkus, dan dikemas sedemikian rupa sehingga kebanyakan orang nyaris
tidak menyadarinya. Di era interaksi antar anak bangsa sudah merupakan kegiatan
harian, maka peluang “penjajahan model baru” pun kian terbuka lebar.
Kolonialisme model baru akan mengandalkan persenjataan pikiran
untuk merusak cara pandang orang/masyarakat terhadap kehidupan. Ketika
mayoritas masyarakat suatu bangsa berhasil dijerumuskan kepada cara pandang dan
mental konsumtivisme, hedonisme, feodalisme, dan sejenisnya, maka secara
otomatis mereka telah menjadi objek jajahan ekonomi kaum kapitalis dan neoliberalis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar