Gusdur adalah guru bangsa yang sangat memberikan inspirasi kepada kita semua. Beliau me-nyeru :: “Marilah kita bangun bangsa dan kita hindarkan pertikaian yang sering terjadi dalam sejarah. Inilah esensi tugas kesejahteraan kita, yang tidak boleh kita lupakan samasekali.”
Gusdur pun berkata : “Keberhasilan seorang pemimpin diukur dari kemampuan mereka dalam menyejahterakan umat yang mereka pimpin.”
Seruan Gusdur itu menyiratkan makna bahwa kesejahteraan suatu bangsa tidak hanya diukur dari aspek kemakmuran ekonomi
saja, tetapi juga dari dinamika hubungan yang harmonis antar-sesama anak bangsa
itu sendiri.
Pro-kontra, beda gagasan, dan silang pendapat di
seputar pengelolaan negara itu merupakan pilar-pilar penting bagi bangsa yang
menganut sistem demokrasi. Kekuasaan pemerintah yang diawasi parlemen, yang dikritisi
pihak oposisi, ditambah hak rakyat dalam kebebasan berpendapat pun semakin menegaskan bahwa kita serius membangun demokrasi di
negera kita.
Berbeda pendapat adalah alamiah, tetapi jangan
sampai menyebabkan masyarakat kita terpolarisasi dan bertikai karena hal itu hanya akan merugikan bangsa sendiri. Kemakmuran yang dipenuhi
pertikaian dan pertengkaran bukanlah kesejahteraan.
Rakyat hanya ingin melihat gaya komunikasi para
elit pemimpin (posisi dan oposisi) di negerinya itu tetap kritis tapi elegan. Sebaliknya
jangan sampai rakyat menilai bahwa kelompok para penyampai kritik itu sekedar bertujuan untuk mengejar kepentingan electoral dan/atau untuk tujuan menjatuhkan pihak-pihak
lawan yang dikritisi.
Rakyat hanya ingin melihat sikap pihak penguasa
dalam merespon dan mengakomodir kritik betul-betul mereperesentasikan bahwa
mereka adalah penguasa kapabel yang pantas dipilih rakyatnya. Bukan malah sebaliknya, yang dilihat rakyat hanyalah
penguasa yang merespon kritik dengan panik, marah, mengesankan ketidakmampuan kerja,
ketidakjujuran, atau bahkan memperlihatkan sikap takut kehilangan kekuasaan;
Rakyat sangat merisaukan tidak maksimalnya
fungsi dan peranan pengawasan parlemen terhadap eksekutif. Parlemen sepatutnya
lebih mewakili dan berpihak kepada rakyat, bukan hanya berkiblat kepada partainya,
golongannya, atau bahkan hanya mampu mangut-mangut di hadapan penguasa.
Kerisauan masih berkecamuk sehubungan kebebasan
berpendapat sebagai hak rakyat yang dijamin undang-undang, sementara di
lapangan rakyat masih melihat orang-orang kritis yang terpaksa harus menerima resiko akibat kritisisme yang mereka sampaikan.
Pemenuhan hak-hak bicara rakyat, harmonisnya komunikasi kritis antara penyelenggara negara dengan oposisi, kepercayaan publik kepada media-media mainstream, kearifan respon para juru bicara pemerintah, maksimalnya fungsi pengawasan parlemen, dan tidak terbumgkamnya mulut tokoh-tokoh penyuara masyarakat, itu semua merupakan starter awal kesejahteraan bangsa.
Kesejahteraan non-ekonomi dalam bentuk seperti di atas lebih utama dan lebih berharga dibanding hanya kesejahteraan ekonomi semata. Sebab rakyat adalah orang (manusia) bukan barang. Apakah kesejahteraan model ini dapat diwujudkan atau tidak, semuanya merupakan tanggungjawab pemimpin yang sedang diberi amanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar